PAGAR NUSA KOTABLITAR - Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagarnusa adalah organisasi yang mewadahi Pencak Silat di bawah naungan Nahdlatul Ulama yang berdiri pada 22 Rabi'ul Akhir 1406 H / 03 Januari 1986 M di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur dengan Ketua Umum pertamanya adalah KH. Abdulloh Maksum Jauhari dalam rangka menyatukan dan mewadahi sejumlah perguruan silat NU yang dahulunya beragam dan berdiri sendiri-sendiri.[1] Hingga saat ini PSNU PAGARNUSA memiliki nama resmi "Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagarnusa".[2] PSNU PAGARNUSA berdiri sebagai badan otonom di bawah naungan Nahdlatul Ulama yang berbasis gerakan dalam melaksanakan kebijakan NU pada pengembangan seni, budaya, tradisi, olahraga pencak silat, pengobatan alternatif, dan pengabdian masyarakat.
Sejarah
Berdirinya
PENCAK SILAT NAHDLATUL ULAMA PAGARNUSA ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh
perasaan gelisah yang dirasakan oleh para ulama terutama perguruan pencak silat
yang kala itu tidak ada suatu wadah yang menaungi para perguruan pencak silat
yang jumlahnya tidak sedikit, para ulama dan pendekar menyayangkan jika
perguruan pencak silat di lingkungan NU kala itu tidak ada wadah tersendiri
untuk bersatu dalam suatu wadah. Lantas kemudian suatu ketika, pendekar
asal Ponorogo, Jawa Timur Yaitu Drs. KH.
Muhammad Nur Aziz yang mempunyai gagasan untuk mendirikan sebuah wadah khusus
perguruan pencak silat di kalangan NU, Akhirnya Drs. KH. Muhammad Nur Aziz
menyampaikan gagasannya ke KH. Lamro Asyhari Muridnya sendiri dan mengutus
untuk menyampaikan gagasan beliau ke para kiyai dan pendekar NU.
Lalu KH. Lamro
Asyhari mengutus Gus Reza Fahlevi, Gus Khamim Kohari dan para pendekar
tebuireng lainnya membentuk panitia untuk mempersiapkan pertemuan pertama pada
tanggal 27 September 1985 M, setelah itu para ulama dan pendekar pencak silat
menghadiri undangan panitia dan melaksanakan musyawarah pertama di Pesantren Tebuireng, Jombang dan
beragenda untuk mendirikan sebuah organisasi yang berafiliasi kepada
Jam'iyah Nahdlatul Ulama dengan tujuan khusus untuk
mewadahi dan mengembangkan kemampuan di bidang pencak silat.
Pertemuan kedua
yakni pada tanggal 03 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo, dihadiri oleh
Tokoh Silat dari Pondok Pesantren Tebuireng, Tokoh Silat dari Pondok Pesantren
Lirboyo, Tokoh Silat dari Nganjuk, Tokoh Silat dari Ponorogo, Tokoh Silat dari
Pasuruan dan beberapa tokoh silat lainnya. Untuk utusan yang dikirim dari PWNU
adalah KH. Bukhori Susanto dan KH. Suharbillah, dari pertemuan itu KH. Lamro
Asyhari sempat ditunjuk jadi ketua tetapi beliau asih muda akhirnya KH.
Abdullah Maksum jauhari yang menjadi ketuanya dan menyepakati keputusan penting
yaitu: 1. Terbentuknya pengurus Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang
disingkat IPSNU, 2. Menugaskan kepada para peserta untuk mengusulkan AD dan ART
serta simbol IPSNU untuk dibahas pada pertemuan berikutnya.
Lalu di
pertemuan ke tiga bertempat di pondok pesantren Al Masruriyyah berada di depan
pondok pesantren tebuireng, acara pokok adalah membahas AD/ART dan simbol IPSNU
akhirnya menghasilkan keputusan: 1. Simbol IPSNU disetujui, 2. AD/ART belum
bisa dibahas tuntas untuk itu menugaskan KH. Suharbillah untuk
menyelesaikannya.
pada tanggal 20
Maret 1986 di aula kantor PWNU di jln. Raya darmo no 96 surabaya, PWNU diwakili
KH. Anas Thohir menanggapi perihal masalah nama karena IPSI menyarankan jangan
memakai nama langsung induk organisasi, maka KH. Anas Thohir mengusulkan nama "PAGARNUSA"
lengkapnya IPSNU PAGARNUSA, nama sekaligus simbol PAGARNUSA tersebut ciptaan
KH. Mujib Ridwan putra dari KH. Ridwan Abdullah pencipta lambang NU, dari
keputusan itu akhirnya disepakati nama IPSNU PAGARNUSA.
lalu pada
tanggal 26 Maret 1986 bertempat di TPQ Khodijah Surabaya, jawa timur. Nama
Ikatan Pencak Silat NU Pagarnusa disahkan dan pengurus yang telah terbentuk dan
dilantik oleh KH. Imron Hamzah PWNU Jawa Timur, kiasan nama PAGARNUSA adalah
Pagarnya NU dan Bangsa.
Kemudian pada
tanggal 16 Juli 1986, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang ketika itu
dinahkodai oleh KH.
Ahmad Shidiq sebagai Rais 'Aam dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai
Ketua Umum-nya, melakukan peresmian terhadap Lembaga Pencak Silat Nahdhatul
Ulama Pagarnusa sebagai salah satu lembaga di bawah pangkuan Jam'iyah Nahdlatul
Ulama dan ketua umum LPSNU Pagarnusa pertama kali dijabat oleh KH. Abdullah Maksum Jauhari.
IPSNU Pagarnusa
mengadakan Munas I di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kraksaan,
Probolinggo. Surat kesediaan ditempati sebagai penyelenggara munas
ditandatangani oleh KH Saifurrizal. la juga yang menentukan tanggal pelaksanaan
acara tersebut, yaitu 20-23 September 1991. Namun, ternyata itu adalah tanggal
yang tepat dengan 100 hari wafatnya KH Saifurrizal sehingga pada pembukaan
acara pun terlebih dahulu diadakan tahlilan.
Sesuai hasil
Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994), Lembaga Pencak Silat NU Pagarnusa
berubah status dari Lembaga menjadi badan otonom. Kemudian pada Muktamar NU di
Lirboyo (1999), status Badan Otonom kembali berubah menjadi lembaga.
Munas II IPSNU
Pagarnusa diadakan di Padepokan IPSI Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pada
22 Januari 2001. Acara ini diikuti perwakilan dari Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan, Jawa Timur
yang merupakan pusat pengembangan IPSNU Pagarnusa mengikutsertakan perwakilan
dari cabang-cabang yang ada di 35 kabupaten/kota se-Jawa Timur dan pondok
pesantren. Acara yang dibuka oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid ini membahas
agenda-agenda: (1) Organisasi: Membahas masalah Peraturan Dasar dan Peraturan
Rumah Tangga (PD/PRT) IPS-NU Pagarnusa; (2) Ke-Pasti-an: Membahas masalah Pasti
(Pasukan lnti) dan perangkat yang lain yang meliputi seragam dan atributnya,
keanggotaan, dan kepelatihan; (3) Teknik dan Jurus: Membahas, menggali, dan
menyempurnakan jurus-jurus yang sudah dimiliki oleh IPS-NU Pagarnusa
Akhirnya pada
Muktamar NU ke 31 di Boyolali pada tanggal 28 November - 02 Desember 2004 IPSNU
PAGARNUSA jadi Badan Otonom sampai sekarang.
Hierarki
Organisasi
1.
Pimpinan Pusat (PP) di tingkat nasional;
2.
Pimpinan Wilayah (PW) di tingkat provinsi;
3.
Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) berkedudukan di
kepengurusan luar negeri;
4.
Pimpinan Cabang (PC) di tingkat
kabupaten/kota;
5.
Pimpinan Anak Cabang (PAC) di tingkat
kecamatan;
6.
Pimpinan Rayon (Rayon) berkedudukan di pondok
pesantren atau lembaga pendidikan;
7.
Pimpinan Ranting (Ranting) di tingkat
desa/kelurahan.
0 Komentar